JEMBATAN
Oleh Sutardji Calzoum Bachri
Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata
bangsa
Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
dalam teduh pekewuh
dalam isyarat dan kilah tanpa makna
Maka lebih baik aku membaca wajah orang berjuta
Wajah orang - orang yang berdiri satu kaki dalam
penuh sesak bis kota
Wajah yang tergusur
Wajah yang ditilang malang
Wajah para pemuda yang matanya letih melihat daftar
lowongan kerja.
Wajah yang tercabik-cabik dalam pengab pabrik
Wajah legam para pemulung yang memungut remah-remah
pembangunan
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton
etalase indah di berbagai palaza
Wajah yang diam-diam menjerit melengking melolong
mengucap
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu !
Tapi wahai saudara satu bendera
kenapa kini ada suatu yang terasa jauh-beda diantara
kita ?
Sementara jalan-jalan raya mekar di mana-mana
menghubungkan kota-kota
jembatan-jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai
dan lembah yang ada
tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang di
antara kita ?
Di lembah – lembah kusam pada pucuk tulang kersang
dan otot linu
mengerang mereka pacangkan koyak-moyak bendera hati
dipijak ketidakpedulian pada saudara.
Gerimis tak mampu menguncupkan kibaran-nya
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi
padamu negeri...
airmata...
kami...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar